Entri Populer

Rabu, 11 Juni 2014

PEREMPUAN DALAM LINGKARAN KORUPSI

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Kedudukan perempuan  dalam membangun Indonesia modern perlu terus ditingkatkan serta diarahkan sesuai dengan kodrat, dan harkat martabat perempuan. Untuk itu perempuan perlu mempertebal kepercayaan dirinya dengan meningkatkan  pengetahuan dan wawasan, dan keterampilan dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kaum perempuan hendaknya mampu menemukan konsep dirinya, serta mampu mengidentifikasikan dirinya, agar tidak kalah dan mampu berkompetisi seiring evolusi masa.
Pembangunan nasional dan perjuangan kaum perempuan bersama kaum laki-laki merupakan suatu sistem yang idealnya memang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu sistem dikatakan berjalan optimal jika seluruh komponen mampu berkerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Merujuk dari definisi bahwa pembangunan nasional akan tercapai dengan baik jika kaum perempuan dan laki-laki mampu bekerja sama dalam berbagai bidang tentu adalah gagasan yang tim penulis pikir gagasan yang cerdas. Hal ini setidaknya memberikan warna yang cerah terhadap prinsip kesetaraan gender. Selama ini kaum perempuan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan dalam ranah publik, ini didasarkan karena banyak asumsi yang mengatakan bahwa kaum perempuan lebih cocok beraktivitas di ranah domestik daripada ranah publik.
Munculnya dikotomi ini senada dengan pendapat umum yang mengatakan bahwa dunianya kaum perempuan adalah ranah domestik sementara dunia kaum laki-laki adalah ranah publik. Hal ini diasumsikan atas dasar kaum perempuan mempunyai karakter yang lembut dan mempunyai tendensi menggunakan perasaannya ketika memutuskan sebuah sikap. Di sisi lain dunia politik adalah dunia yang tentunya berbeda dengan ranah domestik, dunia politik sering dianalogikan sebagai dunia yang kejam, kasar dan penuh dengan permainan kekuasaan. Menjadi wajar jika saat ini ketika peran perempuan dalam ranah publik khususnya politik sering dipandang sebelah mata.
Dalam status quo kaum perempuan yang menempati posisi-posisi yang strategis di bidang politik bukan hanya menemui kesulitan saat berkontestasi karena alasan bahwa perempuan lemah, dan tidak cocok di dunia politik, akan tetapi problematika dan kontroversi pun mulai berlanjut saat kaum perempuan menduduki posisi strategis di dunia politik. Kontoversi yang muncul saat ini salah satunya adalah kaum perempuan mulai terkena dalam lingkaran korupsi. Entah ini karena posisi kaum perempuan yang minor di pentas politik atau bahkan dikarenakan permainan politik. Untuk melihat bagaimana kaum perempuan terlibat dan faktor yang menyertai dalam kasus korupsi, maka akan dibahas pada bab pembahasan.
b.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kendala dan peluang wanita dalam partisipasi di dunia politik?
2.      Apa Faktor yang menyebabkan perempuan terlibat dalam kasus korupsi?

c.       Tujuan
Tujuan dari makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mendeskripsikan bagaimana peluang dan kendala kaum perempuan dalam berpartisipasi di dunia politik.
2.      Untuk menganalisis faktor apa yang menyebabkan perempuan terlibat dalam tindakan korupsi.

d.      Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Sebagai media pembelajaran bagi sivitas akademik untuk mempelajari kendala dan peluang apa saja yang ditempuh perempuan dalam berpartisipasi di dunia politik.
2.      Sebagai referensi bagi mahasiswa untuk membuat tugas berkaitan dengan kasus keterlibatan perempuan dalam korupsi.





BAB II
PEMBAHASAN

a.      Kendala dan Peluang Perempuan dalam Dunia Politik
Isu-isu yang mengangkat tema perempuan dalam kegiatan publik semakin sering didiskusikan. Banyak penelitian dan pertemuan ilmiah dilakukan untuk mengkaji lebih mengenai sosok dan kiprah perempuan di ranah publik, perempuan tidak lagi bekerja di ranah domestik yang hanya harus mengurus kegiatan yang ada di dalam rumah tangga, tetapi juga berhak terlibat dalam ranah publik.[1]  Keterlibatan ini memang seharusnya diberlakukan sesuai dengan prinsip Negara demokrasi bahwa setiap warga Negara berhak untuk terlibat dalam aktivitas publik
Namun dalam perjalanan perempuan berpartisipasi dalam ranah public khususnya politik, tidaklah semulus yang dibayangkan, kalau ada peluang tentu ada juga kendala yang menyertainya, kendala itu antara lain sebagai berikut:
1.      Dari sesama perempuan itu sendiri, ada kecenderungan dari perempuan itu sulit untuk memberikan kesempatan pada perempuan lainnya.
2.      Kendala dari dari perempuan itu sendiri, misalnya kurang percaya diri, merasa malu untuk menunjukkan kemampuannya, masyarakat kita belum menerimanya dan belum terbiasa bila perempuan mengajukan dirinya.
3.      Kemampuan dari perempuan itu sendiri, walaupun ada kesempatan. Banyak kesempatan bagi perempuan misalnya kuota minimal 30% untuk caleg, pada pemilu 2004-2009, ternyata banyak yang tidak terpenuhi, dan yang terisi hanya sekitar 9%.[2]

Sementara peluang wanita antara lain tercantum dalam peraturan dan Undang-Undang:
1.      UUD 1945 pasal 27
2.      UU No.68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-hak Politik Kaum Perempuan.
3.      UU No.7 Tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
4.      UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
5.      UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
6.      UU No.12 Tahun 2013 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

b.      Definisi Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin  “corruptio”  (Fockema Andrea : 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan  bahwa  “corruptio”  berasal dari kata  “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin  tersebut kemudian dikenal istilah  “corruption, corrupt”  (Inggris),  “corruption”  (Perancis)  dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Di Malaysia terdapat peraturan anti korupsi, dipakai kata “resuah” berasal dari bahasa Arab “risywah”, menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi (Andi Hamzah: 2002).  Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-Misbah al-Munir–al Fayumi, al-Muhalla–Ibnu Hazm). Semua ulama sepakat mengharamkan  risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah yang antara lain menyatakan: ”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42). Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah.
Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT. Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479). Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran. Pengertian lainnya, “perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” .
c.       Perempuan dan Korupsi
Kaum Perempuan adalah kaum yang sangat mulia, wajar jika Rasulullah SAW menyebutkan bahwa syurga ada di telapak kaki ibu, mereka adalah kaum yang penuh kelembutan, kasih saying, dan berbudi pekerti halus. Baik atau tidaknya seorang anak yang dilahirkan ke dunia ini tergantung dari didikan seorang ibu, karena ibulah yang pertama kali orang yang paling dekat dengan kita, sehingga kita bisa mengenal keluarga kita, lingkungan kita, dan siapa kita sebenarnya.
Namun agaknya pernyataan itu agak bergeser manakala banyak kaum perempuan yang mulai terlibat dalam kasus korupsi, emansipasi perempuan tidak hanya sukses memberikan warna positif terhadap perempuan akan tetapi juga mulai menggiring kaum perempuan ke zona menyimpang misalnya kasus korupsi. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan seorang perempuan penggagas konsep emansipasi wanita jika melihat kaum-kaumnya seperti sekarang ini, ada rasa bahagia jika melihat kaumnya sudah meningkat kedudukannya di berbagai bidang, namun ada kesedihan jika melihat banyak kaumnya yang mulai terlibat dalam lingkaran hitam korupsi.
Kasus korupsi yang kerapkali terdengar adalah potret kelam dari demokrasi di Indonesia, kasus korupsi bukanlah suatu diskursus yang awam di antara kita. Korupsi bukan saja didominasi kaum laki-laki, akan tetapi kasus korupsi juga mulai tidak mengenal jenis kelamin laki-laki. Beberapa contoh kasus kaum perempuan yang terlibat korupsi misalnya Ratu Atut selaku gubernur Banten, Angelina Sondakh, dan masih banyak lagi baik itu yang diketahui secara langsung melalui media atau bahkan yang belum diliput oleh media.
Adanya pemberitaan media mengenai keterlibatan kaum perempuan dalam kasus korupsi bukanlah hal yang kebetulan saja akan tetapi menjadi suatu indikasi bahwa ternyata tindakan korupsi sudah menjadi potret hitam dari kegagalannya demokrasi, kalau dulu tindakan korupsi hanya tersentralistis pada pusat, namun sekarang permasalahannya semakin kompleks. Tentunya tindakan korupsi tidak hanya disertai dengan tindakan ingin memperkaya diri, karena pasti ada probabilitas yang muncul bahwa tindakan korupsi yang melibatkan perempuan ini diiringi oleh faktor lain juga.
Faktor-faktor yang menyebabkan kaum perempuan terlibat dalam tindakan korupsi bisa dikarenakan faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia, sementara faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.

Faktor Penyebab Kaum Perempuan Terlibat Dalam Korupsi
Korupsi saat ini tidak lagi mengenal jenis kelamin, tindakan korupsi yang merebak dalam negeri ini sekarang. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan terlibat dalam korupsi, antara lain sebagai berikut:
a.      Aspek ekonomi
Sudah menjadi realita umum bahwa aspek ekonomi seringkali mengkerdilkan kepribadian positif seseorang, individu yang putus asa dengan hidupnya karena faktor ekonomi akan berusaha mencari alternatif instan untuk mengubah kehidupannya agar lebih baik lagi, misalnya dengan mencuri, merampok, mengemis, dan tentunya dengan melakukan korupsi.
Korupsi menjadi salah satu cara yang ditempuh para koruptor untuk mendapatkan kehidupannya lebih baik, para kaum perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi melakukan tindakan korupsi karena mereka juga mengalami hal yang sama. Keterhimpitan ekonomi menjadi faktor pendorong (push factor) bagi kaum perempuan melakukan tindakan korupsi, karena ekonomi adalah aspek yang sangat fundamental dalam hidup manusia. Mengapa dikatakan fundamental, karena setiap individu mempunyai tujuan yang sama yaitun ingin hidup lebih baik dengan kondisi yang baik pula, bisa dibayangkan ketika aspek ekonomi itu tidak terpenuhi tentu akan banyak para individu atau kelompok yang merasa termarjinalkan.
Kebutuhan manusia yang terus meningkat sementara pendapatan manusia terbatas untuk mendapatkan kebutuhannya menjadi alasan mengapa perempuan melakukan tindakan korupsi. Apalagi aspek ekonomi yang dinilai bukan hanya masalah kebutuhan primer saja, adalagi kebutuhan lain yang mengiringi perempuan berkecenderungan untuk melakukan tindakan korupsi, misalnya kebutuhan untuk pendidikan anak-anaknya yang berkelas, dan untuk memenuhi kebutuhan seperti ini tentunya tidak memerlukan biaya yang sedikit, sementara pendapatan mereka dan pendapatan sang suami terbatas dalam hal ini. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dipilihlah cara instan misalnya dengan melakukan tindakan korupsi tadi. Lantas bagaimana dengan mereka yang melakukan korupsi adalah para perempuan yang memiliki materi yang berlimpah dengan tingkat pendidikan yang bagus pula?

b.      Aspek sekulerisme dan hedonisme
Untuk menjawab pertanyaan dari aspek di atas, maka tim penyusun akan membahasnya pada aspek ini, menurut penyusun tindakan korupsi yang dilakukan oleh kaum perempuan tidak ada hubungannya antara tindakan yang dilakukan mereka dengan jenis kelamin mereka, dalam hal ini kami berpendapat bahwa tindakan korupsi yang dilakukan oleh para kaum perempuan adalah sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh manusia-manusia yang putus asa karena ingin memenuhi kebutuhan hidupnya.
Aspek kapitalis dan gaya hidup konsumtif menjadi referensi kaum perempuan untuk diterima di lingkungan yang bergengsi. Kaum perempuan cenderung memiliki kebutuhan yang lebih dominan daripada laki-laki, mulai dari pakaian, perhiasan, sampai dengan bagaimana mereka bisa diterima dilingkungan yang mewah. Gaya hidup yang mewah, belanja di tempat-tempat berkelas dengan harga yang fantastis, liburan ke luar negeri, makan di restoran mewah menjadi standar hidup perempuan modern sekarang ini, sehingga untuk memenuhi kebutuhan ini mereka rela melakukan apapun karena mereka ingin diterima di lingkungan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Berbeda dengan agama yang memberikan konsep dikotomi antara yang baik dan yang buruk. Para perempuan yang melakukan tindakan korupsi adalah mereka yang telah terjerumus dalam arus hedonisme misalnya Melinda Dee yang dikabarkan memiliki banyak harta dan mobil mewah, itu semua ternyata didapatkan dari hasil korupsi. Atau katakanlah Angelina Sondakh merupakan salah satu finalis putri Indonesia, Angelina Sondakh adalah perempuan cerdas dan mempunyai materi yang cukup, akan tetapi mengapa Angie masih terlibat dalam kasus korupsi padahal dia mempunyai materi yang cukup. Boleh jadi ini dikarenakan karena Angie tidak pernah puas dengan apa yang telah didapatkannya sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersiernya dia masuk dalam kasus korupsi. Masyarakat awampun sebenarnya bisa melihat bagaiaman penampilan para perempuan yang disebutkan di atas saat media meliputnya, mereka masih bisa tampil cantik meski sudah divonis hukuman. Ini mengindikasikan bahwa memang pola hidup yang mewah dan sekuler menjadikan mereka terlibat dalam kasus korupsi.



c.       Aspek Politik
Aspek politik tentunya adalah salah faktor mengapa perempuan melakukan tindakan korupsi, masuknya perempuan ke dalam ranah publik khususnya politik memberikan peluang kepada kaum perempuan untuk melakukan tindakan menyimpang tersebut, terlebih lagi dengan diberlakukannya Undang-Undang No.68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-hak Politik Kaum Wanita. Adanya kewenangan bagi perempuan untuk masuk ke dunia politik bisa menjadi langkah awal bagi kaum perempuan terlibat dalam ranah korupsi. Lantas bagaimana kaum perempuan dapat terlibat dalam kasus korupsi?
Pertanyaan di atas sebenarnya merujuk pada mengapa kaum perempuan bisa terlibat dalam tindakan korupsi padahal ada pendapat lain mengatakan bahwa kehadiran perempuan dalan ranah politik sebenarnya juga untuk meminimalisir tindakan korupsi yang umumnya didominasi oleh laki-laki, akan tetapi dalam perjalanannya ternyata kaum perempuan juga terlibat dalam tindakan korupsi, mengapa demikian ?
Menurut tim penyusun hal ini dikarenakan kaum perempuan belum terlalu mengenal liku-liku politik, karena keterlibatan kaum perempuan dalam dunia politik itu bisa dikatakan baru seumur jagung, dan hal ini membuat mereka kurang siap untuk menghadapi kekejaman aktor politik karena mereka sendiri belum mempunyai pengalaman yang mempuni dalam dunia politik, sehingga liku-liku politik yang dilalui belumlah sangat dipahami kaum perempuan. Jadi wajar saja jika perempuan mudah terlibat dalam kasus korupsi di dunia politik. Apalagi adanya sistem budaya patriarki di dunia politik bahwa perempuan kerapkali ditempatkan pada posisi bawah termasuk dalam dunia politik, kaum perempuan yang bergabung dalam partai politik umumnya jarang sekali menempati posisi ketua atau pemimpin sehingga hal ini membuat kaum perempuan menjadi tersubordinasi dan mereka harus mematuhi instruksi pemimpin mereka, boleh jadi karena mereka loyal terhadap pemimpinnya ketika mereka mengadakan kontrak kerja misalnya kasus wisma atlet, perempuanlah yang disuruh untuk menyiapkan kuitansi wisma atlet tersebut dan ini tentunya membuat mereka terjebak dalam kasus korupsi karena kaum perempuan belum mempunyai pengalaman yang cukup di dunia politik, bisa jadi kuitansi yang diberikan oleh pemimipin tadi adalah penggelapan dana wisma atlet.

Merebaknya keterlibatan kaum perempuan dalam tindakan korupsi mampu mengafirmasi beberapa tendensi.
Pertama, semakin terbukanya akses bagi perempuan terhadap kekuasaan. Sisi gelap dari kekuasaan yang berkorelasi dengan praktik tindak korupsi senada dengan pernyataan tokoh Lord Acton, bahwa “ korupsi tidak memperdulikan gender pelakunya”, secara kuantitas memperbesar peluang perempuan korup, semakin tinggi kekuasaan seseorang semakin besar peluang seseorang untuk melakukan tindakan korupsi, misalnya yang menimpa Angelina Sondakh, Miranda Goeltom, dan Wa Ode Nurhayati.
Kedua, pandangan esensialis mengenai bahwa kaum perempuan kurang memiiki kecenderungan untuk mencuri uang rakyat, namun perempuan bukan hanya berlaku sebagai identitasnya sebagai perempuan. Identitas lain turut menyertainya. Perempuan juga merupakan bagian dari kemanusiaan yang tentunya pernah melakukan khilaf, teledor sekaligus jahat saat mengemban jabatan seperti tindakan korupsi yang dilakukan oleh kaum perempuan.
















1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong  korupsi dari  dalam diri,  yang dapat dirinci  menjadi:
a.  Aspek Perilaku Individu
     Sifat tamak/rakus manusia.
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka membutuhkan makan.  Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
     Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
     Gaya hidup yang konsumtif.
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi. Kontrol seluruh anggota masyarakat pada perangkat pemerintah dapat meningkatkan sistem pelayanan yang lebih terbuka dan transparan. Sehingga praktek-praktek korupsi dalam sistem pelayanan masyarakat dapat diredam. 
b.  Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
2.  Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku.
a.  Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi.
Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan  tindak  korupsi terjadi karena :
     Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan.
     Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri.
Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat  dari perbuatan korupsi.
     Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
     Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.
Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi  menyebabkan perilaku korupsi 
b. Aspek Organisasi
     Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.


     Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
     Kurang  memadainya sistem akuntabilitas
Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
     Kelemahan sistim pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
     Lemahnya pengawasan
 Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesional pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri.







BAB III
PENUTUP

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin  “corruptio”  (Fockema Andrea : 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan  bahwa  “corruptio”  berasal dari kata  “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin  tersebut kemudian dikenal istilah  “corruption, corrupt”  (Inggris),  “corruption”  (Perancis)  dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Kasus korupsi ini tidak lagi mengenal jenis kelamin, banyak wanita yang sudahb terlibat dalam kasus korupsi, tindakan korupsi ini tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin, termasuk mengapa perempuan itu terlibat dalam kasus korupsi, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkannya, antara lain:
1.      Aspek ekonomi
2.      Aspek Sekulerisme dan hedonism
3.      Aspek Politis
4.      Moral yang kurang kuat
5.      Gaya hidup yang konsumtif
6.      Dll

Dari beberapa faktor di atas menurut penyusun mengapa kaum perempuan mudah terlibat dalam tindakan korupsi, karena aspek politik. Kaum perempuan terlibat dalam dunia politik masih dibilang baru, sehingga perempuan belum terlalu mengenal liku-liku politik dan mudah terjebak dalam tindakan korupsi, untuk itu kaum perempuan harus lebih berhati-hati dalam memasuki dunia politik, karena kalau kita belum paham suatu zona maka kita akan tersesat dalam zona tesebut, oleh karena itu sebelum kaum perempuan terjun ke dunia politik mereka haruslah bisa memetakan seperti apa peluang dan kendala dalam politik. Selain itu juga untuk mengatasi masalah korupsi diperlukan kerjasama yang baik antara seluruh komponen, mulai dari aktor hokum, massa, pemerintah dan juga tentunya harus melibatkan masyarakat agar tercapailah kondisi Negara yang sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
Djamal Irwan, Dzoeraini, 2009, Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Jian Ugm, Map Ugm, 2009, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik. Gava Media. Yogyakarta.
Alkostar, Artidjo, 2008, Korupsi Politik di Negara Modern. Fh Uii Press. Yogyakarta. Puspito, Nanang, Elwina S. Marcella, Sri Utari, Indah, 2011, Pendidikan Anti-Korupsi
Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta.
                                                                                                  Undang-Undang Dasar 1945



[1] JIAN UGM, Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik, Gava Media, Yogyakarta, 2009, Hal.237
[2] Djamal Irwan, Dzoeraini, Besarnya Eksploitasin Perempuan dan Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009, Hal. 42-43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar